No | Lokasi Pengamatan | Ketinggian Terakhir | Lokasi | Kab/Kota | DAS Polder | Selisih Waktu Dengan Saat ini | Ketinggian Hari Ini | Curah Hujan 1 Minggu | Curah Hujan 1 Bulan | Curah Hujan 1 Tahun |
---|
Gambar Udara - Arriving Shaft Proyek JSDP Zona 1 di Jalan Jembatan Besi, Kec. Tambora, Jakarta Barat.
Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta tengah melaksanakan proyek sistem perpipaan air limbah (Sewerage System) bernama Jakarta Sewerage Development Project (JSDP).
JSDP merupakan rangkaian dari program Jakarta Sewerage System (JSS), yang merupakan Sistem Pengelolaan Limbah Domestik Terpusat dan Terintegrasi Skala Perkotaan di Provinsi DKI Jakarta yang terbagi ke dalam 15 Zona (termasuk Zona 0 yang telah beroperasi).
Menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), JSDP dikerjakan Pemerintah Daerah Jakarta melalui Dinas SDA DKI Jakarta bersama dengan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Pada proyek JSDP ini, Dinas SDA DKI Jakarta mendapatkan bagian untuk mengerjakan di Zona 1 Paket 5 dan Paket 6. Pekerjaannya terbagi ke dalam beberapa wilayah seperti di bawah ini:
Jakarta Pusat:
Jakarta Barat:
Jakarta Utara:
Proyek JSDP ini umumnya dilakukan di ruas jalan, sehingga seringkali ditemukan penutupan sebagian ruas jalan dengan pembatas untuk area driving shaft maupun arrival shaft.
Cara Kerja Proyek JSDP
Proyek JSDP ini dikerjakan menggunakan metode jacking pipe. Metode jacking pipe merupakan teknik konstruksi bawah tanah yang digunakan untuk memasang pipa tanpa perlu melakukan penggalian terbuka.
Metode ini memiliki cara kerja dengan mendorong pipa ke dalam tanah menggunakan mesin pendorong hidrolik, sambil menggali tanah di depan pipa secara bersamaan.
Kontraktor Pelaksana Pekerjaan Konstruksi JSDP Zona 1 Paket 6 dari PT Adhi Karya Persero, Giovanni Deo mengatakan bahwa proses jacking terdiri dari beberapa tahap pekerjaan.
Pertama, adalah pembuatan shaft ataupun lubang galian. Pembuatan lubang galian ini terbagi menjadi dua, yakni driving shaft sebagai akses masuk pipa dan arrival shaft yang menjadi titik akhir pipa pada sebuah trase pekerjaan.
“Jadi memang untuk proses jacking itu kan butuh waktu. Kita harus melakukan pembuatan shaft, driving shaft dan arrival shaft dan itu memakan waktu sekitar 3 bulan. Dari proses konstruksi shaft itu kita tidak bisa langsung mengerjakan, karena kita harus setting berbagai macam seperti, lantai kerja lalu kita setting elevasinya, kita set alignment-nya,” kata Giovanni Deo.
Selanjutnya ialah proses jacking atau pemasangan pipa beton bertulang (Reinforcement Concrete Pipe/RCP). Pipa-pipa ini diangkut dan dimasukkan ke dalam driving shaft untuk kemudian didorong menggunakan mesin jacking hingga berangsur sampai ke titik arrival shaft.
Metode jacking pipe memungkinkan pemasangan pipa di bawah permukaan tanah tanpa membuat lubang besar atau parit terbuka, sehingga dapat meminimalisir gangguan pada lingkungan dan infrastruktur yang ada, mengurangi dampak lalu lintas, dan mempercepat proses konstruksi.
“Mungkin rekan-rekan sempat berpikiran bahwa kenapa ada pagar yang tidak ada aktivitasnya? Itu sebenarnya, pertama, bisa jadi itu arrival shaft yang menunggu datangnya pipa jacking. Karena kita pada saat jacking, arrival shaft memang kondisinya harus idle,” ucapnya.
“Jadi ketika kita memasang pipa jaringan air limbahnya, itu mulai dari driving shaft, di mana letak mesin jacking sampai ke arrival shaft, sehingga terlihat bahwa mungkin di beberapa jalan ada pagar pengaman proyek yang itu sebenarnya merupakan galian kita juga yang di mana kita kerjanya di bawah tanah.”
Proses jacking ini, lanjut Giovanni Deo, dilakukan dengan elevasi ataupun kedalaman yang sudah ditentukan sejak awal dengan rata-rata kedalamannya dari 3 meter hingga 15 meter di bawah permukaan tanah. Hal ini karena JSDP ini menggunakan sistem gravitasi, sehingga air limbah nantinya dapat mengalir ke hilir secara alami.
Berbeda dengan metode galian terbuka atau open cut, metode jacking ini dipilih lantaran lebih efisien karena trenchless atau minim galian terbuka sehingga lahan yang digunakan juga tidak terlalu banyak yang juga dapat mengurangi potensi kemacetan.
JSDP bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perairan dan akses sanitasi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) dengan memperkenalkan sistem pengelolaan air limbah yang terdiri jaringan perpipaan dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dengan demikian diharapkan dapat berkontribusi untuk meningkatkan kesehatan dan pembangunan di masyarakat.
Pekerjaan ini termasuk kedalam Proyek Strategis Nasional berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Kegiatan Strategis Daerah berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 279 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Gubernur Nomor 138 Tahun 2019 tentang Daftar Infrastruktur Khusus Kegiatan Strategis Daerah.
Proyek JSDP direncanakan selesai di tahun 2050 dan diharapkan setelah pekerjaannya selesai, seluruh pengolahan air limbah di Jakarta sudah menjadi sistem jaringan perpipaan yang terpusat.
Komentar